Selasa, 03 April 2012

Inginnya Diberi Nama Irfan Bachdim. Eh Salah Tulis, Jadi Irvan Bahdin

lintasberita


Maksud hati Irfan Bachdim, apa daya yang tertera menjadi Irvan Bahdin. Itulah nasib anak kesepuluh pasangan Triyono-Siti Wahyuni yang lahir pagi 1 Januari 2011.

Triyono, si sopir, ini sudah menetapkan dalam hati. Bayi yang dikandung istrinya itu harus punya nama Irfan Bachdim. Karena dia kesengsem berat sama permainan blasteran Belanda-Indonesia itu saat Piala AFF di Jakarta.

“Walaupun kalah di final dari Malaysia tapi saya kagum pada permainan Gonzalez dan Irfan di piala AFF,” ungkap pria asal Desa Sumber Lawang itu.

Maka ketika bidan datang dan menolong istrinya melahirkan, Triyono pun sudah berpesan agar si jabang bayi diberin nama Irfan Bahcdim. Rupa-rupanya si bidan salah dengar nama atau tak tahu bagaimana mengeja nama Irfan Bachdim.

“Begitu bayi lahir, seperti biasa saya berpesan kepada bu bidan agar melaporkan ke kantor kecamatan, namanya Irfan Bachdim.”

Ternyata nama yang dilaporkan tidak sama dengan nama aslinya. Maka di akte kelahiran puteranya itu tertulislah Irvan Bahdin. Duh! Nasi sudah jadi bubur. Triyono pun kecewa. Bukan pada bayinya tentunya, tapi pada si bidan yang salah beri nama.

“Saya kaget ketika membaca di akte kelahiran, ternyata ada satu huruf yang salah. Hurup terakhirnya harusnya “M” diganti “N”, ungkap pria lulusan Sekolah Dasar itu kepada Radio Nederland.

Pada perbincangan dengan Radio Nederland di rumahnya yang beralaskan tanah itu, ia baru menyadari ada tiga aksara “salah” pada nama putranya. “V pada Irvan” “ Kurang C pada Bahdin dan “N pada Bachdin yang seharusnya M”

Rasa kecewa itu tidak memudarkan harapannya putra bungsunya kelak jadi pemain sepakbola ternama yang bisa mengangkat nama bangsa dan keluarga. "Saya suka Irfan karena giringan bolanya, tendangannya dan juga semangatnya. Semoga anak bungsu kami itu kelak juga bisa berprestasi,” tutur kepala keluarga di desa Pagak Sumberlawang itu.

Sejatinya dia ingin merubah nama anaknya dengan penulisan yang benar, tetapi ia tidak punya dana. “Saya tidak punya uang untuk membuatkan akte kelahiran baru. Rp 350 ribu rupiah, terlalu mahal buat kami.” katanya lirih.

Selain menjadi supir angkutan kota, pria 42 tahun ini kesehariannya juga aktif sebagai pelatih Sekolah Sepak bolaTarkam di desanya. Ia sangat fanatik dan kerap terlibat adu jotos dengan pemaini desa lain. "Waktu Kambing Cup tingkat kecamatan berhadiah seekor kambing, kami berkelahi dengan tim desa lain.”

Kiper handal di desa Pagak itu ingin Irvan putranya bisa mendapat kesempatan untuk mengembangkan bakatnya. Harapannya Ketua Umum PSSI yang baru ini lebih menekankan pada seleksi bakat dari pedesaan.

Sumber

Artikel Terkait: