Jangan
sekali-sekali Anda menganggap lucu atau menertawakan orang yang
mendengkur atau "ngorok". Mengapa? Karena orang dengan kondisi tidur
seperti ini, setiap kali tidur sesungguhnya ia sedang meregang nyawa.
Demikian
disampaikan oleh praktisi kesehatan tidur dari Rumah Sakit Mitra
Kemayoran, Dr. Andreas Prasadja, RPSGT saat acara diskusi Oboralan
Langsat, di Rumah Langsat, Kamis, (30/3/2012), di Jakarta.
Mendengkur
sendiri merupakan gejala utama obstructive sleep apnea (OSA). OSA
adalah penyempitan saluran nafas atas saat tidur. Penyempitan ini
menyebabkan getaran pada bagian-bagian lunak saluran napas sehingga
menghasilkan suara ngorok atau dengkuran.
"Kita
selalu menganggap bahwa tidur adalah saat-saat yang aman dan tidak ada
sesuatu pun yang bisa terjadi, ternyata itu salah," katanya.
Andreas
menerangkan, penyempitan saluran napas mengakibatkan tidak efektifnya
pertukaran oksigen dan karbondioksida sewaktu tidur. Lebih jauh lagi,
dengan semakin melemasnya otot-otot lidah, menyebabkan lidah terjatuh
dan menyumbat sama sekali saluran nafas sehingga terjadi henti nafas
(apnea).
"Ini
kondisi yang berbahaya. Sehingga walaupun gerakan napas ada, tidak ada
udara yang lewat, akibatnya asupan oksigen drop, dan si penderita
seperti tercekik dalam tidurnya," jelasnya.
Berbagai
penelitian telah menunjukkan hubungan antara sleep apnea dengan
sejumlah penyakit kardiovaskular seperti jantung, stroke, hipertensi dan
diabetes. Bahkan menurut Andreas, sleep apnea kini bukan lagi sebagai
faktor risiko dari penyakit hipertensi, melainkan sudah menjadi
penyebab.
"Orang
dengan hipertensi yang menjalani perawatan sleep apnea, tekanan
darahnya cenderung mengalami penurunan. Sedangkan pada pasien diabetes,
kadar gula darah juga lebih terkontrol," ungkapnya.
Kendati
begitu, tidak semua orang yang mendengkur sudah pasti menderita sleep
apnea. Untuk mendiagnosanya, seorang pendengkur harus menjalani
overnight sleep study. Di sini, pasien akan direkam dan diamati semalam
penuh selama tidur, untuk melihat gelombang otak, tegangan otot, gerakan
bola mata, suara dengkuran, posisi tidur, aliran panas, pergerakan
nafas, denyut jantung, kadar oksigen dalam darah, hingga gerakan kaki.
"Sleep
study biasanya dilakukan di sleep laboratory atau laboratorium tidur
dengan menggunakan alat yang bernama polisomnografi (PSG)," cetusnya.
Untuk
mengatasi sleep apnea, perubahan perilaku dan gaya hidup tetap perlu
dilakukan. Andreas menyarankan, orang dengan OSA sebaiknya menghentikan
kebiasaan merokok dan konsumsi minuman yang dapat menganggu waktu tidur
seperti kopi dan alkohol. Karena kafein baru hilang dari peredaran darah
setelah 9-12 jam. Sedangkan alkohol akan merangsang seseorang untuk
kencing.
Ia
menambahkan, khusus bagi penderita OSA ringan dan pendengkur yang tidak
mengalami periode henti nafas, dianjurkan juga tidur dalam posisi
miring.